Manusia diberikan kebebasan yang seluas-luasnya
untuk berekspresi, tetapi Allah memberikan panduan yang patut dilaksanakan
dalam mengatur kebebasan manusia tersebut. Kebebasan yang seluasnya itu tentu
memiliki konsekuensi, yang harus diterima sebagai konsekuensi logis dan
ketetapan Allah sebagai bentuk balasannya. Al-Qur’an sudah menceritakan bahwa
manusia pada saat ditiupkan roh dalam dirinya, kemudian diajak untuk mengambil
sebuah sumpah pengabdian dan penyaksian yang sempurna. Dengan itu manusia
menjadi bebas untuk memilih jalan mana yang akan ditempuh, kebaikan yang
sempurna yang telah disumpahkannya itu dengan suka rela dan hati yang ikhlas
ataukah menjadi budak-budak nafsu syaithoniah yang selalu bertengger dalam diri
manusia sebagai ujian terberat. Pertarungan sifat-sifat dasar semesta mengambil
ruang terbatas yang dimiliki manusia, sehingga dengan adanya peristiwa rumit
itu, manusia diberikan instrumen yang lengkap untuk menakar sebuah kebenaran
yang diperdebatkan. Berharap dengan kebebasannya itu manusia mampu
mengkolaborasikan potensi dalam dirinya, sehingga dia mampu keluar sebagai
pemenang.
Sifat dasar yang dimiliki manusia adalah
kesempurnaan atas kemanusiaannya. Dan kesempurnaan yang dimiliki manusia adalah
bisa menyaksikan yang maha sempurna dengan
kekuatan yang sempurna pula. Sehingga kehadiran manusia di dunia sebagai ruang
yang penuh tirai penghalang, untuk menemukan kembali sesuatu yang telah hilang
dari ingatannya. Dalam menemukan itu manusia membutuhkan sebuah pedoman, yang
disebut sebagai Al-Qur’an. Karena manusia terlahir dalam keadaan kosong,
artinya manusia datang dengan takaran pengetahuan tentang dirinya dan Tuhan
sangat minim sekali (karena sudah terbebntang tirai). Dengan Al-Qur’an sebagai
pedoman dan petunjuk hidup manusia itulah manusia setidaknya mendapatkan
informasi yang jelas, supaya tidak kaget dan kebingungan untuk apa manusia
hadir ke dunia.
Kehadiran manusia di dunia untuk mengabdi pada
Allah sebagai Tuhan yang patut disembah. tidak hanya manusia tetapi semesta
hadir untuk mengambil sebuah sikap yang benar terhadap keberadaannya. Tidak
hanya itu, kehadiran manusia tidak hanya membawa misi pribadi dengan kesholehan
individunya, tetapi wajib untuk mengurus dan mengatur semua yang ada sebagai
fasilitas atasnya. Karena itu sudah menjadi tanggungjawabnya yang mulia,
mengelola perusahaan Tuhan dan itu dihitung sebagai investasi yang mulia untuk
dimasa yang akan datang. Hitungan Allah dengan manusia adalah hitungan bisnis
yang menguntungkan, tidak pernah merugikan.
Kebebasan yang menjadi sifat dasar manusia,
mengalami degradasi yang sangat luar biasa. dimulai dari zaman Nabi Adam yang
ditandai dengan pembunuhan antara Qabil atas Habil, oleh karena dia merasa
bahwa Habil telah merampas haknya atas saudara kembarnya Iqlima. Sampai pada
zaman Romawi kuno yang seolah menempatkan manusia yang lemah sebagai binatang,
dan memperlakukan mereka sebagai budak belian yang berhak diperlakukan secara
tidak manusiawi. Kemudian bergeser ke tanah kelahiran Nabi Muhammad sebelum
Islam muncul, setiap anak perempuan yang lahir maka akan mengalami nasib yang
sangat malang, yaitu dikuburkan hidup-hidup. Peristiwa-peristiwa membuat zaman
itu memerlukan seorang revolusioner yang akan merubah peradabannya. Maka dari
itu Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai pembawa cahaya di tengah kegelapan dan
kejahiliyaahan. Pembawa berita gembira bagi kaum yang tertindas dan orang yang
beriman pada kebenaran, dan pembawa peringatan bagi manusia yang dzolim
sekaligus ingkar terhadap asas moral kemanusiaan yang dibawa oleh manusia
pertama yaitu Adam AS.
Nabi Muhammad dengan mukjizat terbesarnya
Al-Qur’an menyuarakan kembali kebebasan atas manusia yang tertindas dalam
bentuk perlakuan yang tidak manusiawi. Dengan cara memerdekakan budak-budak,
dan diangkatnya menjadi saudara supaya mereka memiliki hak yang sama. Sampai
pada saatnya Nabi mengeluarkan ultimatum bersifat eskatologis, bahwa siapapun
yang memerdekakan budak-budak maka dia akan mendapatkan pahala yang besar
(berujung pada janji syurga). Kemudian ada sebuah peraturan yang dibuat atas
perintah wahyu, bahwa ketika melakukan kesalahan bagi para elit-elit Arab
Muslim dan siapaun yang memiliki budak, pada saat itu harus membebaskan budak
sebagai syarat agar terampuninya sebuah dosa dan kesalahan. Ini menjadi
cara-cara Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad untuk membebaskan budak-budak
tersebut dan menyuarakan kemerdekaan manusia. Walaupun cara ini bukan menjamin
bahwa budak akan terselamatkan secara keseluruhan, tetapi ini adalah upaya
diplomatik dan politis yang dibangun oleh syariat untuk mengupayakan sebuah
misi mulianya atas kemanusiaan. Karena bagi orang Arab pada zaman itu,
perbudakan sudah dianggap sebagai sebuah keniscayaan yang harus diterima
sebagai konsekuensi atas dominasi kekuatan politik, ekonomi dan strata sosial
yang kuat. Sistem barbar berlaku dalam aktivitas politik masyarakat, menang
jadi penguasa dan pemilik otoritas dan jika kalah sebuah klan harus tunduk
terhadap penguasanya dan bahkan dijadikan sebagai klan yang terlindungi dengan
mewajibkan menyetor upeti hasil komoditas pertanian dan peternakan mereka. Hal
ini menjadi bagian kenapa Al-Qur’an diturunkan menjadi petunjuk yang harus
dijalankan. Karena manusia yang satu menjadi serigala (pemangsa), bagi manusia
yang lain, jika tidak tidak diatur dengan hukum, maka ia akan liar dan saling
membunuh dan memangsa satu dengan yang lainnya.
Selain menunjukkan data-data historis, misi
pembebasan yang dibawa Al-Qur’an terbukti dengan adanya doktrin-doktrin
Al-Qur’an yang mantap dan jelas menyebutkan kesamaan antara manusia yang satu
dengan yang lainnya, dan yang membedakannya adalah ketaqwaannya kepada Allah sebagai pencipta dan
kesungguhannya dalam menjalani proses kemanusiaannya. Artinya paradigma yang
dibawa Al-Qur’an merupakan paradigma baru yang menggeser keangkuhan mereka dan
kediktatoran mereka. Al-Qur’an menyuarakan suara yang lantang untuk melawan
kedzoliman yang mereka agungkan, dan mendenominasi kekuasaan mereka.
Yang kemudian, Misi Al-Qur’an yang mulia ini menjadi jargon-jargon perjuangan manusia modern di Eropa sejak abad ke 16 dan 17 masehi hingga hari ini.
oleh: Syamsurijal Al-Gholwasy (Juara III Cabang MMQ Putra pada MTQN XXVII Tahun 2018)
© 2018. All rights reserved. Sinergimetrodata