Jika dibandingkan dengan
para qari dan qariah Indonesia yang berjaya di pentas dunia, Achmad Muhajir
termasuk paling senior. Dia adalah qari pertama Indonesia yang merengkuh jawara
qari sejagat yang dihelat di Makkah, Arab Saudi, pada 1980. Selain pentas, Muhajir
kini berkeliling dunia sebagai juri dan membina para qari dan qariah tanah air.
Muhajir memang Qari
senior di Indonesia. Lulusan Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (sekarang Institut
Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an) tersebut merupakan Juara Pertama Qari Internasional
di Arab Saudi pada 1980. Itu adalah prestasi tertinggi yang pertama diraih
Indonesia di pentas Qari Dunia di Makkah. Bahkan, ketika pulang dari Makkah,
Muhajir sampai diarak keliling kota oleh Pemprov DKI Jakarta. Bersama Harir
Muhammad (Juara Keenam Hafiz Quran 1980), dia dikalungi bunga dan menumpang jip
terbuka, layaknya Juara Olahraga Dunia.
Tahun 1980 merupakan
tahun kedua Kerajaan Arab Saudi mengadakan lomba Tilawah Al-Qur’an. Cabang yang
dilombakan, kata dia, awalnya hanya hafalan. Namun, lambat laun, cabang lomba
mulai berkembang. Kini, lomba serupa tak hanya dilaksanakan di Makkah. Tetapi,
ada juga di Iran, Mesir, dan negara Timur Tengah lainnya.
Karena sudah mencapai tingkat tertinggi kompetisi membaca
Al-Qur’an, ada kesungkanan pada diri Muhajir untuk ikut lagi. Karena itu, dia
tidak pernah ikut lagi ’’Piala Dunia’’ antar Qari tersebut. Tak lagi ikut lomba
bukan berarti karir Muhajir sebagai qari tamat. Justru jam terbang lelaki
berkulit cerah itu semakin tinggi. Tak hanya tingkat domestik, sejumlah negara
di Eropa dan Timur Tengah mengundang dirinya. Di antaranya, pemerintah Iran
yang meminta dia menjadi hakim alias juri lomba qari pada 2002, 2003, 2004, dan
2010.
Lelaki kelahiran 1953
itu juga pernah berkeliling untuk ’’pentas’’ di beberapa Kedutaan Besar
Republik Indonesia (KBRI) di Eropa. Pada peresmian masjid di Bosnia, dia
diundang untuk membacakan Alquran. Begitu pula pada haul 300 Syeikh Yusuf di
Afrika Selatan. ’’Semua benua sudah saya datangi, kecuali Amerika dan
Australia,’’ ujarnya.
Muhajir juga pernah
menjadi Qari langganan Kerajaan Uni Emirat Arab (UEA). Pada Ramadan 2002, 2003,
dan 2005, ayah dua putri itu menjadi Qari di masjid-masjid Emirat Arab selama
sebulan penuh. ’’Baru pulang pada tanggal 27 (Ramadan). Itu pun kalau ada
pesawat,’’ ujarnya.
Menurut Muhajir, Qari
dari Indonesia merupakan Qari favorit Kerajaan Uni Emirat. Sebab, umumnya Qari
Indonesia tidak rewel terhadap persyaratan dan fasilitas. Itu berbeda dengan Qari
dari Malaysia dan Brunei Darussalam yang menuntut adanya pengawalan dan
fasilitas spesial.
Bersama istri, Muhajir kini
lebih banyak mendidik para Qari dan Qariah sembari terus berkeliling ke
daerah-daerah di Indonesia. Kakek satu cucu itu mengatakan tidak bisa berganti
profesi selain menjadi Qari. Dia juga enggan menjadi pegawai negeri.
’’Barangkali karena jiwanya di sini’’.
Menurut Muhajir, qari
yang baik tidak hanya mementingkan lagu dan suara dalam melafalkan Al-Qur’an.
Kitab suci itu, kata dia, tetap harus dibaca dengan benar. Artinya, tajwid dan
fasholah bacaan harus dijaga. Tajwid berhubungan dengan akurasi dan qolqolah
dalam melafalkan huruf. Fasholah terkait dengan pemenggalan dalam kalimat.
’’Dua itu jangan sampai salah. Sebab, itu yang pokok dalam membaca Al-Qur’an,
meski lagu dan suaranya bagus,’’ jelasnya.
© 2018. All rights reserved. Sinergimetrodata